Bagi pecandu flm horor, berhati-hatilah. Berdasarkan sebuah penelitian, rasa takut karena menonton film horor bisa meningkatkan risiko pembekuan darah sehingga bisa menggumpal. Dampaknya, bisa mempengaruhi kesehatan.
Dalam sehari, jantung berdetak 100 ribu kali atau memompa sekitar 2.000 galon darah. Oksigen dan nutrisi disebarkan ke seluruh tubuh melalui darah tersebut. Jantung, darah, dan paru-paru, merupakan tiga unsur penting dalam sistem sirkulasi tubuh manusia.
Tersumbatnya aliran darah akibat adanya bekuan darah disebut trombosis. Gumpalan atau bekuan darah ini sejatinya berfungsi untuk menyumbat saat terdapat kerusakan pada pembuluh darah. Tubuh bisa terhindar dari kehabisan darah karena mekanisme ini. Namun, apabila proses penggumpalan darah terpicu dengan tidak tepat, akibatnya fatal.
Orang dengan peningkatan kecenderungan gumpalan darah (hiperkoagulabilitas), berisiko terkena DVT (Deep Vein Thrombosis). Selain hiperkoagulabilitas, perlambatan aliran darah, kerusakan dinding pembuluh darah, juga bisa menjadi penyebab. Padahal, gangguan pembuluh darah dan jantung (kardiovaskular) seperti ini, merupakan penyakit yang mematikan.
Apa hubungannya dengan film horor?
Penelitian ini berawal dari ungkapan bahwa film horor yang menakutkan bisa membuat "darah membeku". Ungkapan yang sudah ada sejak ratusan tahun lalu ini, belum pernah dibuktikan secara ilmiah. Penelitian yang diterbitkan di British Medical Journal (BMJ) pada 16 Desember lalu, menjawab keraguan atas ungkapan tersebut.
Penelitian yang dilakukan di Department of Leiden University Medical Centre di Belanda meminta 24 relawan menonton film horor dan film yang lebih santai. Partisipan yang dinyatakan sehat itu berusia 30 ke bawah. 14 orang di antaranya menonton film horor Insidious (2010), lalu film dokumenter A Year in Champagne (2014). Sedangkan 10 orang lainnya, dengan urutan terbalik.
Tempat pemutaran film itu di kampus, namun diatur sedemikian rupa sehingga terasa seperti menonton film di rumah sendiri. Para partisipan pun diminta tidak mengonsumsi alkohol atau tembakau pada hari menonton film. Untuk mengurangi efek ketakutan berlebihan karena mitos, film tidak diputar saat bulan purnama atau pada tanggal sial, Jumat ke-13 (Friday the 13th).
Kedua kelompok menonton film tersebut pada hari yang sama sesuai urutan masing-masing, dengan jeda seminggu. Sampel darah mereka diambil sebelum menonton, dan sesudahnya. Mereka juga diminta memberi peringkat terhadap efek menakutkan yang ditimbulkan film. "0" berarti tak menakutkan, dan "10" berarti sangat menakutkan.
Hasilnya, sebanyak 57 persen partisipan yang menonton film horor, mengalami peningkatan gejala penggumpalan darah. Sementara, hanya 14 persen yang mengalaminya saat menonton film yang lebih santai. Sedangkan penurunan gejala itu terjadi pada 86 persen yang menonton film santai, dan hanya terjadi pada 43 persen yang menonton film horor.
Para peneliti menyimpulkan, "Para partisipan yang menonton film horor punya risiko mengalami penggumpalan darah lebih tinggi," kata Dr Banne Nemeth, sang peneliti kepala, dilansir Metro.co.uk. Namun tingginya risiko penggumpalan darah ini tidak menyebabkan trombosis, atau penyumbatan aliran darah secara seketika.
Meski demikian, tingginya risiko penggumpalan darah bukan gejala yang bisa dianggap remeh, bukan?
Baca Juga : Cara Turunkan Kolesterol Gula Darah
Dalam sehari, jantung berdetak 100 ribu kali atau memompa sekitar 2.000 galon darah. Oksigen dan nutrisi disebarkan ke seluruh tubuh melalui darah tersebut. Jantung, darah, dan paru-paru, merupakan tiga unsur penting dalam sistem sirkulasi tubuh manusia.
Tersumbatnya aliran darah akibat adanya bekuan darah disebut trombosis. Gumpalan atau bekuan darah ini sejatinya berfungsi untuk menyumbat saat terdapat kerusakan pada pembuluh darah. Tubuh bisa terhindar dari kehabisan darah karena mekanisme ini. Namun, apabila proses penggumpalan darah terpicu dengan tidak tepat, akibatnya fatal.
Orang dengan peningkatan kecenderungan gumpalan darah (hiperkoagulabilitas), berisiko terkena DVT (Deep Vein Thrombosis). Selain hiperkoagulabilitas, perlambatan aliran darah, kerusakan dinding pembuluh darah, juga bisa menjadi penyebab. Padahal, gangguan pembuluh darah dan jantung (kardiovaskular) seperti ini, merupakan penyakit yang mematikan.
Apa hubungannya dengan film horor?
Penelitian ini berawal dari ungkapan bahwa film horor yang menakutkan bisa membuat "darah membeku". Ungkapan yang sudah ada sejak ratusan tahun lalu ini, belum pernah dibuktikan secara ilmiah. Penelitian yang diterbitkan di British Medical Journal (BMJ) pada 16 Desember lalu, menjawab keraguan atas ungkapan tersebut.
Penelitian yang dilakukan di Department of Leiden University Medical Centre di Belanda meminta 24 relawan menonton film horor dan film yang lebih santai. Partisipan yang dinyatakan sehat itu berusia 30 ke bawah. 14 orang di antaranya menonton film horor Insidious (2010), lalu film dokumenter A Year in Champagne (2014). Sedangkan 10 orang lainnya, dengan urutan terbalik.
Tempat pemutaran film itu di kampus, namun diatur sedemikian rupa sehingga terasa seperti menonton film di rumah sendiri. Para partisipan pun diminta tidak mengonsumsi alkohol atau tembakau pada hari menonton film. Untuk mengurangi efek ketakutan berlebihan karena mitos, film tidak diputar saat bulan purnama atau pada tanggal sial, Jumat ke-13 (Friday the 13th).
Kedua kelompok menonton film tersebut pada hari yang sama sesuai urutan masing-masing, dengan jeda seminggu. Sampel darah mereka diambil sebelum menonton, dan sesudahnya. Mereka juga diminta memberi peringkat terhadap efek menakutkan yang ditimbulkan film. "0" berarti tak menakutkan, dan "10" berarti sangat menakutkan.
Hasilnya, sebanyak 57 persen partisipan yang menonton film horor, mengalami peningkatan gejala penggumpalan darah. Sementara, hanya 14 persen yang mengalaminya saat menonton film yang lebih santai. Sedangkan penurunan gejala itu terjadi pada 86 persen yang menonton film santai, dan hanya terjadi pada 43 persen yang menonton film horor.
Para peneliti menyimpulkan, "Para partisipan yang menonton film horor punya risiko mengalami penggumpalan darah lebih tinggi," kata Dr Banne Nemeth, sang peneliti kepala, dilansir Metro.co.uk. Namun tingginya risiko penggumpalan darah ini tidak menyebabkan trombosis, atau penyumbatan aliran darah secara seketika.
Meski demikian, tingginya risiko penggumpalan darah bukan gejala yang bisa dianggap remeh, bukan?
Baca Juga : Cara Turunkan Kolesterol Gula Darah
No comments :
Post a Comment