Wednesday, 20 April 2016

Sejarah Manajemen Sumber Daya Manusia

Sejarah Manajemen Sumber Daya Manusia
Lahirnya manajemen  ilmiah (scientific manajemen) sebelum manajemen sumber daya manusia. Manajemen sumber daya manusia merupakan  bagian yang tidak terpisahkan dari manajemen pada umumnya. Yang tumbuh dan berkembang sejak adanya hubungan antara atasan dengan bawahan. Sejak permulaan abad dua puluhan perhatian terhadap faktor produksi tenaga kerja sebagai sumber daya manusia menjadi lebih baik dari masa sebelumnya, manusia dianggap sebagai manusia yang mempunyai perasaan, pikiran dan kebutuhan psikologis. Manusia tidak lagi dianggap sebagai benda mati yang dapat diperlakukan sekehendak hati oleh majikan, melainkan benar-benar sebagai sumber daya yang memiliki kebutuhan untuk mendapatkan perhatian dari pihak majikan/manajemen perusahaan.
               Konsep baru dibidang manajemen dikembangkan oleh FW.Taylor dan Gilbert yang menimbulkan pertentangan dari pihak serikat pekerja karena diabaikannya peranan tenaga kerja. Perhatian yang lebih serius terhadap masalah sumber daya manusia semakin berkembang ketika terjadi Perand Dunia I. Selanjutnya berkembang, upaya-upaya pemerintah diberbagai negara untuk membuat undang-undang, tenaga kerja, peraturan upah minimum, kesejahteraan pegawai dan sebagainya.
Untuk lebih jelasnya, perkembangan manajemen sumber daya manusia  dapat dibagi kedalam lima tahapan, yaitu manajemen ilmiah, hubungan manusia, sains perilaku dan fungsi sumber daya manusia.

1. Tahap Manajemen Ilmiah (Survival)
            Pada awal tahun 1900-an, terjadi perubahan tempat dan metode kerja. Berbagai mesin dan metode pabrik untuk meningkatkan produksi mulai diperkenalkan. Melonjaknya produksi barang diiringi pula oleh munculnya beberapa masalah karena mesin produksi membutuhkan beberapa orang untuk mengoperasikannya sehingga jumlah pekerja meningkat secara dramatis. Hal ini memaksa manajer menyusun peraturan dan prosedur guna mengawasi para pekerja. Salah satu perkembangan paling signifikan yang mengemuka selama kurun waktu itu adalah proses yang disebut manajemen ilmiah (science management). Dilihat dari persfektif manajemen, gerakan manajemen ilmiah menciptakan suatu kebutuhan akan manajemen sumber daya manusia yang lebih efektif.
            Pendukung gerakan manajemen ilmiah yaitu Frederick Taylor, Frank dan Lillian Gilbert dan Henry Gantt dimana gagasannya bahwa manajer sebaiknya mengambil pendekatan ilmiah dan objektif dalam mempelajari para pekerja dalam rangka untuk meningkatkan produktivitas kerja. Landasan pemikiran manajemen ilmiah adalah bahwa ada sebuah cara terbaik untuk melaksanakan tugas kerja. Sebagian besar pelopor  manajemen ilmiah adalah insinyur mekanis, mereka menerapkan kemahiran teknisnya dipabrik-pabrik industrial dan berupaya memadukan orang-orang sehingga mencapai tingkat produktivitas yang paling tinggi.
            Pada permulaan abad ke 20 di Amerika Serikat, para pekerja yang mempunyai keahlian tinggi jumlahnya masih sangat terbatas. Salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas adalah meningkatkan efisiensi para pekerja.
            Salah satu ;penggagas manajemen ilmiah Frederick Taylor, menghimpun data dan menganalisis gerakan khusus yang dibutuhkan untuk melakukan beraneka ragam analisis pekerjaan dengan membagi-bagi pekerjaan dalam tugas-tugas khusus dan menyempurnakan gerakan yang dibutuhkan untuk menuntaskan tugas tersebut sampai tidak dapat disempurnakan lagi. Kemudian Taylor memilih, melatih dan memantau secara cermat para pekerja yang sedang melakukan tugasnya, para pekerja yang kinerjanya baik dipromosikan sedangkan yang tidak baik di PHK.
            Konsep berfikir dari Taylor adalah berusaha mengangkat efisiensi kerja  dengan menerapkan langkah-langkah, seperti desain pabrik, tata letak pabrik dan penelitian gerak dan waktu (time and motion study). Mereka berupaya untuk mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk memindahkan barang-barang dan tahap bahan baku ke tahap barang jadi, dengan cara menempatkan mesin dan bahan baku di lantai pabrik yang ditetapkan secara strategis. Dengan mempelajari tingkat kecepatan mesin dan cara pemasukan bahan baku, manajemen ilmiah berusaha untuk mencapai kecepatan mesin optimal dengan menghilangkan waktu dan gerakan yang berlebihan oleh mekanik.
            Berdasarkan konsep berpikir itulah, maka Taylor merumuskan system gaji tarif per satuan yang berbeda, para pekerja akan memperoleh tarif  bayaran yang lebih tinggi persatuan yang dihasilkannya setelah dicapai standard keluaran harian, sehingga diharapkan dapat berproduksi pada tingkat maksimal.
Konsep ini terbukti merupakan alat manajemen  yang  efektif untuk meningkatkan produktivitas pekerja, tetapi banyak kritikan terhadap konsep berfikir ini karena memperlakukan pekerja sebagai “alat produksi”.

2. Tahap Hubungan Antarmanusia
            Pada akhir tahun 1920-an dan awal 1930-an, perhatian para manajer dicurahkan pada karyawannya untuk meningkatkan produktivitas kerja mereka. Produktivitas karyawan ternyata bukan hanya dipengaruhi oleh cara pekerjaan dirancang dan imbalan yang memadai, tetapi juga o;eh factor lainnya seperti faktor social dan psikologis, dimana faktor ini mempunyai dampak yang signifikan terhadap tingkat produktivitas kerja para karyawan. Produktivitas terkait langsung dengan intensitas kerja sama dan kerja tim dalam kelompok, dan juga berhubungan dengan minat penyelia dan periset dalam kelompok kerja, kurangnya pendekatan koersif terhadap perbaikan produktivitas dan partisipasi kalangan karyawan dalam perubahan yang mempengaruhi mereka. Berdasarkan hasil penelitiannya, Hawthorne menemukan kenyataan bahwa perasaan, emosi dan sentimen para karyawan sangat dipengaruhi oelh kondisi lingkungan kerja (gaya kepemimpinan atasan, perhatian, sikap dan dukungan manajemen).
            Berdasarkan hasil temuan Hawthorne, maka dilakukan riset lanjutan terhadap faktor sosial dan cara individu bereaksi terhadapnya, dimana temuan dan kajian ini menunjukkan bahwa kebutuhan karyawan harus dipahami dan ditindaklanjuti oleh manajemen agar mereka meresa senang bekerja, puas dan produktif. Perlu dilakukan secara intens komunikasi antara para karyawan dan penyelianya terkait dengan adanya kebutuhan iklim kerja yang lebih partisipatif. Dengan cara ini ternyata dapat meningkatkan kinerja dan produktivitas perusahaan.

3. Tahap Behavioralisme (Sains Perilaku)
            Meluasnya beragam temuan akademik dari berbagai disiplin ilmu, mengakibatkan munculnya era sains perilaku (behavioral science), yaitu seperti psikologi, ilmu politik, sosiologi dan biologi. Pada tahap ini lebih terfokus pada organisasi secara keseluruhan dan kurang memperhatikan individu. Sains perilaku bidang kajiannya yaitu lingkungan tempat kerja yang mempengaruhi individu sebagai karyawan, dan sebaliknya. Manajemen sumber daya manusia dan perilaku organisasi tumbuh dan berkembang dari era sains perilaku ini.

4. Tahap Fungsi Sumber Daya Manusia
            Dewasa ini pekerjaan para sekretaris semakin menumpuk, dimana mereka dituntut untuk mengetahui pengaruh Undang-undang ketenagakerjaan terhadap perkembangan perusahaan, wajib menyimpan arsip yang terkait dengan karyawan, sistem gaji dan juga menyampaikan saran kepada atasan. Kelompok sekretaris memikul tanggung jawab atas tugas karyawan, penetapan upah dan penentuan kenaikan gaji, sedangkan kelompok kerja lainnya ada yang bertugas mengurusi tentang pengangkatan dan pelatihan para karyawan, negosiasi dengan serikat pekerja atas dasar kontrak yang dapat diterima. Setiap bagian pada akhirnya menjadi fungsi sebuah unit sumber daya manusia.



No comments :

Post a Comment