Sejarah Manajemen Sumber Daya Manusia
Lahirnya manajemen ilmiah (scientific manajemen) sebelum
manajemen sumber daya manusia. Manajemen sumber daya manusia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari manajemen
pada umumnya. Yang tumbuh dan berkembang sejak adanya hubungan antara atasan
dengan bawahan. Sejak permulaan abad dua puluhan perhatian terhadap faktor
produksi tenaga kerja sebagai sumber daya manusia menjadi lebih baik dari masa
sebelumnya, manusia dianggap sebagai manusia yang mempunyai perasaan, pikiran
dan kebutuhan psikologis. Manusia tidak lagi dianggap sebagai benda mati yang
dapat diperlakukan sekehendak hati oleh majikan, melainkan benar-benar sebagai
sumber daya yang memiliki kebutuhan untuk mendapatkan perhatian dari pihak
majikan/manajemen perusahaan.
Konsep baru dibidang manajemen
dikembangkan oleh FW.Taylor dan Gilbert yang menimbulkan pertentangan dari
pihak serikat pekerja karena diabaikannya peranan tenaga kerja. Perhatian yang
lebih serius terhadap masalah sumber daya manusia semakin berkembang ketika
terjadi Perand Dunia I. Selanjutnya berkembang, upaya-upaya pemerintah
diberbagai negara untuk membuat undang-undang, tenaga kerja, peraturan upah
minimum, kesejahteraan pegawai dan sebagainya.
Untuk lebih jelasnya,
perkembangan manajemen sumber daya manusia
dapat dibagi kedalam lima tahapan, yaitu manajemen ilmiah, hubungan
manusia, sains perilaku dan fungsi sumber daya manusia.
1.
Tahap Manajemen Ilmiah (Survival)
Pada awal tahun 1900-an, terjadi perubahan tempat dan
metode kerja. Berbagai mesin dan metode pabrik untuk meningkatkan produksi
mulai diperkenalkan. Melonjaknya produksi barang diiringi pula oleh munculnya
beberapa masalah karena mesin produksi membutuhkan beberapa orang untuk
mengoperasikannya sehingga jumlah pekerja meningkat secara dramatis. Hal ini
memaksa manajer menyusun peraturan dan prosedur guna mengawasi para pekerja.
Salah satu perkembangan paling signifikan yang mengemuka selama kurun waktu itu
adalah proses yang disebut manajemen ilmiah (science management). Dilihat dari
persfektif manajemen, gerakan manajemen ilmiah menciptakan suatu kebutuhan akan
manajemen sumber daya manusia yang lebih efektif.
Pendukung gerakan manajemen ilmiah yaitu Frederick
Taylor, Frank dan Lillian Gilbert dan Henry Gantt dimana gagasannya bahwa
manajer sebaiknya mengambil pendekatan ilmiah dan objektif dalam mempelajari
para pekerja dalam rangka untuk meningkatkan produktivitas kerja. Landasan
pemikiran manajemen ilmiah adalah bahwa ada sebuah cara terbaik untuk
melaksanakan tugas kerja. Sebagian besar pelopor manajemen ilmiah adalah insinyur mekanis,
mereka menerapkan kemahiran teknisnya dipabrik-pabrik industrial dan berupaya
memadukan orang-orang sehingga mencapai tingkat produktivitas yang paling
tinggi.
Pada permulaan abad ke 20 di Amerika Serikat, para
pekerja yang mempunyai keahlian tinggi jumlahnya masih sangat terbatas. Salah
satu cara untuk meningkatkan produktivitas adalah meningkatkan efisiensi para
pekerja.
Salah satu ;penggagas manajemen ilmiah Frederick Taylor,
menghimpun data dan menganalisis gerakan khusus yang dibutuhkan untuk melakukan
beraneka ragam analisis pekerjaan dengan membagi-bagi pekerjaan dalam
tugas-tugas khusus dan menyempurnakan gerakan yang dibutuhkan untuk menuntaskan
tugas tersebut sampai tidak dapat disempurnakan lagi. Kemudian Taylor memilih,
melatih dan memantau secara cermat para pekerja yang sedang melakukan tugasnya,
para pekerja yang kinerjanya baik dipromosikan sedangkan yang tidak baik di
PHK.
Konsep berfikir dari Taylor adalah berusaha mengangkat
efisiensi kerja dengan menerapkan
langkah-langkah, seperti desain pabrik, tata letak pabrik dan penelitian gerak
dan waktu (time and motion study). Mereka berupaya untuk mengurangi waktu yang
dibutuhkan untuk memindahkan barang-barang dan tahap bahan baku ke tahap barang
jadi, dengan cara menempatkan mesin dan bahan baku di lantai pabrik yang
ditetapkan secara strategis. Dengan mempelajari tingkat kecepatan mesin dan
cara pemasukan bahan baku, manajemen ilmiah berusaha untuk mencapai kecepatan
mesin optimal dengan menghilangkan waktu dan gerakan yang berlebihan oleh
mekanik.
Berdasarkan konsep berpikir itulah, maka Taylor
merumuskan system gaji tarif per satuan yang berbeda, para pekerja akan
memperoleh tarif bayaran yang lebih
tinggi persatuan yang dihasilkannya setelah dicapai standard keluaran harian,
sehingga diharapkan dapat berproduksi pada tingkat maksimal.
Konsep
ini terbukti merupakan alat manajemen
yang efektif untuk meningkatkan
produktivitas pekerja, tetapi banyak kritikan terhadap konsep berfikir ini
karena memperlakukan pekerja sebagai “alat produksi”.
2. Tahap Hubungan Antarmanusia
Pada akhir tahun 1920-an dan awal
1930-an, perhatian para manajer dicurahkan pada karyawannya untuk meningkatkan
produktivitas kerja mereka. Produktivitas karyawan ternyata bukan hanya dipengaruhi
oleh cara pekerjaan dirancang dan imbalan yang memadai, tetapi juga o;eh factor
lainnya seperti faktor social dan psikologis, dimana faktor ini mempunyai
dampak yang signifikan terhadap tingkat produktivitas kerja para karyawan.
Produktivitas terkait langsung dengan intensitas kerja sama dan kerja tim dalam
kelompok, dan juga berhubungan dengan minat penyelia dan periset dalam kelompok
kerja, kurangnya pendekatan koersif terhadap perbaikan produktivitas dan
partisipasi kalangan karyawan dalam perubahan yang mempengaruhi mereka.
Berdasarkan hasil penelitiannya, Hawthorne menemukan kenyataan bahwa perasaan,
emosi dan sentimen para karyawan sangat dipengaruhi oelh kondisi lingkungan
kerja (gaya kepemimpinan atasan, perhatian, sikap dan dukungan manajemen).
Berdasarkan hasil temuan Hawthorne,
maka dilakukan riset lanjutan terhadap faktor sosial dan cara individu bereaksi
terhadapnya, dimana temuan dan kajian ini menunjukkan bahwa kebutuhan karyawan
harus dipahami dan ditindaklanjuti oleh manajemen agar mereka meresa senang
bekerja, puas dan produktif. Perlu dilakukan secara intens komunikasi antara
para karyawan dan penyelianya terkait dengan adanya kebutuhan iklim kerja yang
lebih partisipatif. Dengan cara ini ternyata dapat meningkatkan kinerja dan produktivitas
perusahaan.
3. Tahap Behavioralisme (Sains
Perilaku)
Meluasnya beragam temuan akademik dari berbagai disiplin
ilmu, mengakibatkan munculnya era sains perilaku (behavioral science), yaitu
seperti psikologi, ilmu politik, sosiologi dan biologi. Pada tahap ini lebih
terfokus pada organisasi secara keseluruhan dan kurang memperhatikan individu.
Sains perilaku bidang kajiannya yaitu lingkungan tempat kerja yang mempengaruhi
individu sebagai karyawan, dan sebaliknya. Manajemen sumber daya manusia dan
perilaku organisasi tumbuh dan berkembang dari era sains perilaku ini.
4.
Tahap Fungsi Sumber Daya Manusia
Dewasa ini pekerjaan para sekretaris semakin menumpuk,
dimana mereka dituntut untuk mengetahui pengaruh Undang-undang ketenagakerjaan
terhadap perkembangan perusahaan, wajib menyimpan arsip yang terkait dengan
karyawan, sistem gaji dan juga menyampaikan saran kepada atasan. Kelompok
sekretaris memikul tanggung jawab atas tugas karyawan, penetapan upah dan
penentuan kenaikan gaji, sedangkan kelompok kerja lainnya ada yang bertugas
mengurusi tentang pengangkatan dan pelatihan para karyawan, negosiasi dengan
serikat pekerja atas dasar kontrak yang dapat diterima. Setiap bagian pada
akhirnya menjadi fungsi sebuah unit sumber daya manusia.
No comments :
Post a Comment